Rabu, 15 Februari 2012

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)




1.      PENGERTIAN
·  Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
·  Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
·  HNP adalah Suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik dikolumna vertebralis pada diskus intervertebralis (diskogenik).
·  HNP adalah keadaan dimana nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudia menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang robek.

2.      ETIOLOGI
HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis.

3.      PATOFISIOLOGI
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

4.      MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan.Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).

5.      KLASIFIKASI
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) terbagi atas:
a. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) sentral
HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine.
b. Hernia Nukleus Pulposus  ( HNP) lateral
Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah abtra pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki.Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patela negatif. Sensibilitas [ada dermatom yang sdesuai dengan radiks yang terkena menurun. Pada percobaan lasegue atau test mengangkat tungkai yang lurus (straigh leg raising) yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda lasefue positif). Valsava dab nafsinger akan memberikan hasil positif.


6.      INSIDENSI
Angka kejadian dan kesakitan banyak terjadi pada usia pertengahan. Pada umumnya HNP didahului oleh aktiivtas yang berlebihan, misalnya mengangkat beban berat (terutama mendadak) mendorong barang berat. Laki - laki lebih banyak dari pada wanita.

7.      PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
a. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut. tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas/per dengan demikina tempat tidur harus dari papan yang larus dan diutu[ dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring tergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah berbaring dianggap cukup maka dilakukan latihan / dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
b. Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, sedatif, dan relaksan otot.
c. Medikamentosa
v  Symtomatik
Analgetik (salisilat, parasetamol), kortikosteroid (prednison, prednisolon), anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan, antidepresan trisiklik ( amitriptilin), obat penenang minor (diasepam, klordiasepoksid).
v  Kausal
Kolagenese.
d. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermy (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.

e. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.

2. Terapi operatif (Pembedahan)
Terapi operatif (Pembedahan) dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit neurologik.
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan.

3. Rehabilitasi
a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula
b. Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the activity of daily living)
c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kencing dan sebagainya.

 
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau mendorong benda berat).

2. Keluhan Utama
Nyeri pada punggung bawah
P, trauma (mengangkat atau mendorong benda berat).

Q, sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau hilang timbul, makin lama makin nyeri .

R, letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.

S, Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu, gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang ssedang diminum seperti analgetik, berapa lama diminumkan.

T Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri.

3. Riwayat Keperawatan
a. Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis).

b. Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan nyeri punggung bawah.

4. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum

* Keadaan umum
Pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan jantung, paru-paru, perut.

1) Inspeksi
§  Inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan gerakan untuk evalusi neurogenik
§  Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya angulus, pelvis yang miring/asimitris, muskulatur paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
§  Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai selama begerak.
§  Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak
§  Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan warna kulit.

2) palpasi dan perkusi
§  Paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga tidak membingungkan klien
§  Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasanyeri.
§  Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau antero-posterior
§  Palpasi dan perkusi perut, distensi perut, kandung kencing penuh dll.

3) Neuorologik



4) Pemeriksaan motorik
§  Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien unutk melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
§  Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan-kiri.
§  Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.


5) Pemeriksan sensorik
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar (vibrasi ) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga dapat ditentuakan pula radiks mana yang terganggu.

6) Pemeriksaan refleks
      a.  Refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.  
o   Refleks tumitachiles (klien dalam posisi berbaring) lutut posisi fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif
7) Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.


b. Pemeriksaan penunjang
§  Foto rontgen
Foto rontgen ( dari depan, samping, dan serong) untuk identifikasi ruang antar vertebra menyempit. Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalu tindakan lumbal pungsi dan pemotrata dengan sinar tembus. Apabila diketahiu adanya penyumbatan.hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.
§   Elektroneuromiografi (ENMG)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegetahui radiks mana yang terkena / melihat adanya polineuropati.
§   Sken tomografi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskusi intervertebralis.

§   RO Spinal
Pemeriksaaan ini bertujuan untuk memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang.
§   MRI ( Magneting Resonance Imaging )
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
§   CT Scan dan Mielogram
Pemeriksaan ini dilakukan jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada pemeriksaan MRI.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
    Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.Penentuandiagnosakeperawatanharusberdasarkananalisa data sari hasilpengkajian, makadiagnosakeperawatan yang ditemukan di kelompokkanmenjadidiagnosaaktual, potensialdankemungkinan.(BudiannaKeliat, 1994,1). Beberapadiagnosakeperawatan yang mungkinmuncul pada pasiendenganHernia Nukleus Pulposus (HNP) antara lain :
1) Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
2) Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi
3) Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
4) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama


C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan dampak penjepitan saraf pada radiks intervertebralis
Tujuan:
Nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil:
- Klien mengatakan tidak terasa nyeri
- Lokasi nyeri minimal
- Keparahan nyeri berskala 0
- Indikator nyeri verbal dan noverbal (tidak menyeringai)

Intervensi :
1) Identifikasi klien dalam membantu menghilangkan rasa nyerinya
R/ : Pengetahuan yang mendalam tentang nyeri dan keefektifan tindakan penghilangan nyeri.

2) Berikan informasi tentang penyebab dan cara mengatasinya
R/ : Informasi mengurangi ansietas yang berhubungan dengan sesuatu yang diperkirakan.

3) Tindakan penghilangan rasa nyeri noninvasif dan nonfarmakologi (posisi, balutan (24-48 jam), distraksi dan relaksasi )
R/ : Tindakan ini memungkinkan klien untuk mendapatkan rasa kontrol terhadap nyeri.

4) Terapi analgetik
R/ : Terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan peredam nyeri.


2. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi
Tujuan: Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil:
- Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya
- Respon klien tampak tersenyum

Intervensi :
1) Diskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi gerak untuk mempertahankan harapan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.

2) Berikan informasi mengenai klien yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien danmenjalani operasi
R/ : Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat.

3) Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat- alat yang tersedia yang dapat membantu klien
R/ : Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dengan tingkat keterampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.

4) Berikan support sistem (perawat, keluarga atau teman dekat dan pendekatan spiritual)
R/ : Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.

5) Reinforcement terhadap potensi dan sumber yang dimiliki berhubungan dengan penyakit, perawatan dan tindakan
R/ : Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.


3. Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
Tujuan:
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi :
1) Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/ : Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.

2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
R/ : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.

3) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
R/ : Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

4) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
R/ : Untuk mempercepat proses penyembuhan


4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan:
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil:
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
R/ : Meningkatkan aliran darah ke semua daerah


2) Rubah posisi tiap 2 jam
R/ : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
R/ : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

4) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
R/ : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
R/ : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
R/ :Mempertahankan keutuhan kulit

 
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000
Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996
Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar