Kamis, 23 Februari 2012

ASKEP SOLUTIO PLASENTA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian
  • Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. (Arif Mansjoer. Kapita Selekta edisi 3 jilid 1, Media Aeskulapius. 2001).
  • Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. (Prof. Dr. Hanifa Wikryosastro. Ilmu Kebidanan Jakarta. PT Gramedia. 1992 ).
  • Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable, dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III. (Dr. Chrisdiono. M. Achadiat,SP.2003)
·         Solutio Plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak. (Obstetri dan Ginekologi, FKU Padjadjaran Bandung, 1984)

B. Etiologi
Sebab primer Solutio Plasenta belum jelas, tapi diduga bahwa hal-hal tersebut dapat disebabkan karena:
·         Hipertensi dalam kehamilan (penyakit hipertensi menahun, preeklamsia, eklamsia)
·         Multiparitas, umur ibu yang tua
·         Tali pusat pendek
·         Uterus yang tiba-tiba mengecil (hidramnion, gemelli anak ke-2)
·         Tekanan pads vena cava inferior
·         Defisiensi gizi, defisiensi asam folat
·         Trauma

Disamping itu ada pengaruh:
·         Umur lanjut
·         Multi Paritas
·         Defisiensi ac. Folicum
·         Defisiensi gizi
·         Merokok
·         Konsumsi alkohol
·         Penyalahgunaan kokain

C. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina; atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya.
Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karana syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.

Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya Solutio plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.

D. Tanda dan Gejala
Plasenta yang terlepas semuanya disebut Solutio Plasenta Totalis. Plasenta yang terlepas sebagian disebut Solutio Plasenta Parsial. Plasenta yang terlepas hanya sebagian kecil pinggir plasenta disebut Ruptura Sinus Marginalis. Solutio Plasenta dibagi menjadi 3 :
a. Solutio Plasenta ringan
}  tanpa rasa sakit
}  pendarahan kurang dari 500cc warna akan kehitam-hitaman
}  plasenta lepas kurang dari 1/5 bagian
}  fibrinogen diatas 250mg %
b. Solutio Plasenta sedang
}  Bagian janin masih teraba
}  Pendarahan antara 500-100cc
}  Terjadi fetal distress
}  Plasenta lepas kurang dari 1/3 bagian
c. Solutio Plasenta berat
}  abdomen nyeri,palpasi janin sukar
}  janin telah meninggal



E. Manifestasi klinik
  1. Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri di perut yang terus menerus, wama darah merah kehitaman.
  2. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus enbois, wooden uterus).
  3. Palpasi janin sulit karena rahim keras
  4. Fundus uteri makin lama makin naik
  5. Auskultasi DJJ sering negatif
  6. KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar
  7. Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
  8. Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan
F. Komplikasi
Komplikasi pada solution plasenta dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
  Langsung (immediate)
Perdarahan, Infeksi, Emboli dan syok obstetrik.
  Tidak Langsung (delayed)
Couvelair uterus(sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum), hipo-fibrinogemia (perdarahan postpartum), nekrosis korteks renalis (menyebabkan anuria dan uremia), kerusakan organ seperti hati.

G. Pemeriksaan Penunjang
  1. Laboratorium Hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protrombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, gen elektrolit plasenta. CBC, C T, BT, Elektrolit(bila perlu).
  2. Keadaan janin Kardiootokografi, Doppler, Laennec.
  3. USG Menilai letak plasenta, usia kehamilan dan keadaan janin secara keseluruhan.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan solution plasenta dibagi atas 2 macam:
a. Konservatif
·         Hanya untuk Solutio plasenta derajat ringan dan janin masih belum cukup bulan, apalagi jika janin telah meninggal.
·         Transfusi darah (1x24 jam) bila anemia (HB kurang dari 10,0%).
·         Apabila ketuban telah pecah, dipacu dengan Oksitosin 10 IU dalam larutan Saline 500cc, kemudian ditunggu sampai lahir pervaginan.
·         Bila 1 botol tersebut belum lahir,ulangi dengan 1 botol lagi dan ditunggu sampai lahir. Dengan langkah ini biasanya sebagian besar kasus dapat diselesaikan dengan baik (90%), sedangkan bagi yang gagal dapat dilakukan SC emergency.
b. Pengobatan
1). Umum
·         pemberian darah yang cukup
·         pemberian O2
·         pemberian antibiotik
·         pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
2). Khusus
a). Terhadap hypofibrinogenaemi
·         substansi dengan human fibrinogen 10 g atau darah segar.
·         menghentikan fibrinolyse dengan trasylol ( proteinase inhibitor) 200.000 S i.v. selanjutnya kalau perlu 100.000 S/jam dalam infus.
b). Untuk merangsang diurese : Mannit, Mannitol diurese yang baik lebih dari 30-40cc/jam.










ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
SOLUTIO PLASENTA

A. Pengkajian
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1.      biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
2.      status kesehatan sekarang : keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian
3.      status kesehatan yang lalu
4.      riwayat ginekologi (riwayat menstruasi, riwayat seksual, riwayat kontrasepsi)
5.      riwayat obstetric (riwayat obstetri yang lalu, riwayat kehamilan sekarang)
6.      Pengkajian gaya hidup/kebiasaan(nutrisi, merokok, penggunaan alkohol/NAPZA konsumsi kafein, aktivitas/istirahat, eliminasi)
7.      riwayat penyakit keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
8.      pengkajian psikososial kultural dan spiritual

B. Pemeriksaan fisik.
  1. Inpeksi:pasien gelisah sering mengerang kesakitan, pucat, sianosis, keringat dingin, kelihatan keluar darah pervaginam.
  2. Palpasi:fundus uteri tambah naik,uterus teraba tegang dan keras seperti papan(uterus in bois), nyeri tekan ditempat placenta lepas,bagian janin susah dikenali (karena perut tegang)
  3. Auskultasi:Denyut jantung janin terdengar diatas 140 x/mnt,kemudian turun dibawah 100x/mnt dan akhirnya hilang bila placenta lepas lebih dari sepertiga.
  4. Pemeriksaan dalam: serviks bisa terbuka atau masih tertutup, kalau sudah trerbuka maka ketuban dpt teraba menonjol dan tegang baik sewaktu his maupun diluar his, kalau ketuban sudah pecah placenta terlepas seluruhnya placenta akan turun dan teraba pada pemeriksaan (prolapsus placenta)

B. Diagnosa keperawatan
  1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
  2. Nyeri berhubungan dengan rahim yang tegang.

C. Intervensi
Diagnosa 1:Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
  mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
  meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi :
1.      Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional :Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
2.      Tingkatkan masukkan cairan adekuat
Rasional : membantu mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
3.      Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
4.      Amati eritema/cairan luka
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
5.      Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional :Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung            membunuhsel bakteri penyebab infeksi
  1. Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
  1. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
  1. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.

Diagnosa 2: Nyeri berhubungan dengan rahim yang tegang.
Tujuan : Nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria Hasil:
- pasien tidak mengeluh nyeri
- wajah rileks dan tidak tegang
- Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Intervensi :
1)      Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus
Rasional: mengetahui tingkat/skala nyeri
2)      Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot, gelisah.
Rasional: Tanda Vital meningkat merupakan indikasi skala nyeri bertambah
3)      Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.
Rasional: Menciptakan suasana lingkungan yang tenang dapat mengurangi skala nyeri yang dirasakan pasien
4)      Berikan tindakan kenyamanan (missal : pijatan / masase punggung, kompres air hangat di abdomen)
Rasional: meningkatkan relaksasi agar mengurangi nyeri
5)      Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi / napas dalam , bimbingan imajinasi , visualisasi)
Rasional: memberikan health education tentang penatalaksanaan nyeri sehingga pasien dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan
6)      Kolaborasi dalam Pemberian obat analgetika.
Rasional: mengurangi rasa nyeri yang diderita pasien
Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan




DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Prof. Dr. Hanifa Wikryosastro. Ilmu Kebidanan Jakarta. PT Gramedia. 1992
Arif Mansjoer. Kapita Selekta edisi 3 jilid 1, Media Aeskulapius. 2001
Dr. Chrisdiono. M. Achadiat,SP.2003
Obstetri dan Ginekologi, FKU Padjadjaran Bandung, 1984
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan.EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta

ASKEP DIABETES MELLITUS

1.6.1 Kosep Dasar DM.
1.6.1.1 Definisi.
Diabetes Melitus adalah  suatu penyakit kronik metabolik yang komplek melibatkan gangguan metabolik  karbohidrat, protein dan lemak dan perkembangan komplikasi secara microvaskuler, macrovaskuler serta neuropati . Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen , ditandai dengan sirkulasi glukosa , lipid dan asam amino berkadar tinggi, karena tidak memadainya  insulin dalam memenuhi tuntutan metabolisme tubuh(Keith, 1996).
Diabetes Melitus (DM)    adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
(Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Jilid I, 1999 : 580).
Diabetes Melitus (DM)    adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
(Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995 : 111).

1.6.1.2 Etiologi
1.    Tidak diketahui
2.     Pada IDDM biasa karena tidak adekuat produksi insulin oleh pankreas.
3.    Pada  NIDDM  karena terjadi  peningkatan kebutuhan insulin
4.    Etiologi lain : panktreatitis, tumor pankreas, obesitas, hiperthiroid, akromegali, kehamilan, infeksi.
Insulin dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel b langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel b dan resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin lain. Berarti sel b pankreas mengelami desensitisasi terhadap glukosa.
5.      (Kapita Selekta Kedokteran, Edisi, Jilid I. 1999 : 580).

1.6.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai  dengan anjuran lklasifikasi DM American  Diabetes Association  ( ADA ) 1997.
 Klasifikass Etiologi Diabetes Melitus (ADA 1997 ) :
1.      Diabetes Tipe 1 ( destruksi sel beta , umumnya menjurus ke defisiensi  insulin absolut)
2.      Diabetes Tipe 2 ( berpariasi mulai yang terutama dominant resistensi insulin  disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai  resistensi insulin).
3.      Diabets Tipe Lain
a.       Defek Relatif fungsi sel beta
-     Maturity –onset Diabetes of the young (MODY).
-          DNA mitichondria
b.      Defek Negatif Kerja Insulin
c.       Penyakit eksokrin pankreas.
-          Pankreatitis
-          Tumor pankreatektomy
-          Pankreatopati Fibrokalkulus
d.      Endokrinopaty
-          Akromegali
-          Sindrom Cushing
-          Feokrositoma
-          Hiperthiridisme
e.       Karena Obat zat kimia
-          Vacor, pentamidin,asam nikotinat
-          Glukkokortikoid, hormon thiroid
-          Tiazid, Dilantin, interferon alfa dll

f.       Infeksi
-          Rubella, Kongenital, Cyto-Megalo- Virus ( CMV)
g.      Sebab Imonologi yang jarang
-          Antibodi anti insulin
h.      Sindrom Genetik lain yang berkalitan dengan DM
-          Sindrom Down , Sindrom Klinefelter, Sindrpm Turner, dll.
4.      Diabetes Melitus Gestasional ( DMG).

1.6.1.4 Pengelolaan DM
1.      Penyuluhan ( edukasi DM)
2.      Perencanaan makan
3.      Latihan Jasmani
4.      Obat berhasiat Hipoglikemi

4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1.    Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2.    Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3.    Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat  menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama  akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
I.            Gejala Klinis
Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan turun, gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
(Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jilid 1, 1999 : 580)
II.         Komplikasi
1.      Akut
a.       Koma hipoglikemia
b.      Ketoasidosis
c.       Koma hiperosmolar nonketolik
2.      Kronik
a.       Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar ; pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b.      Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik, nefropati diabetik.
c.       Neuropati diabetik
d.      Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi salulran kemih.
e.       Kaki diabetik
(Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid I, 1999 : 582 – 583)

III.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4.000 g, riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Gluksa Oral (TTGO) standart

Bukan DM
Belum Pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena
Darah kapiler

< 110
< 90

110 – 199
90 – 199

> 200
> 200
Kadar glukosa puasa
Plasma vena
Darah Kapiler

< 110
< 90

110 – 125
90 – 109

> 126
> 110

Cara pemeriksaan TTGO, adalah :
1.      Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2.      Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3.      Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4.      Periksa glukosa darah puasa.
5.      Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.
6.      Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7.      Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti ini, tetapi kita hanya memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.
(Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid I, 1999 : 580 – 581)

IV.      Penatalaksanaan
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan.
1.      Perencanaan makan
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Dalam memberikan diit harus sesuai dengan 3J yaitu :
J1 = Jumlah kalori yang diberikan harus dihabiskan.
J2 = Jadwal makan harus diikuti
J3 = Jenis gula dan yang manis harus dipantang
Kalori yang dibutuhkan pasien :
-        Pasien kurus       : 2.300 – 2.500 kkal
-        Pasien normal    : 1.700 – 2.100 kkal
-        Pasien gemuk     : 1.300 – 1.500 kkal
2.      Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam yang sifatnya sesuai cripe (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training).
3.      Obat hipoglikemik
a.       Obat hipoglikemik oral (OHO)
-          Sulfanilurea.
-          Biguanid
-          Inhibitor a glukosidase
-          Insulin sensitizing agent
b.      Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
-          DM dengan berat badan menurun cepat / kurus
-          Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hiperosmolar
-          DM yang mengalami stres berat (infeksi sistemik, operasi berat dan lain-lain).
-          DM dengan kehamilan / DM gastasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
-          DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut.
4.      Penyuluhan / edukasi meliputi :
-        Penyakit DM
-        Makna / perlunya pengendalian / pemantauan DM
-        Penyulit DM
-        Intervensi farmakologis / non farmakologis


B.     Konsep Asuhan keperawatan
I.            Pengkajian
1.      Aktivitas / istirahat
Gejala  :  -     Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan.
                -     Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur / istirahat
Tanda :  -     Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas
                -     Letargi / disorientasi, koma
                -     Penurunan kekuatan otot
2.      Sirkulasi
Gejala  :  -     Adanya riwayat hipertensi, Im akut
               -     Klaudikasi, bebas dam kesemutan pada ekstremitas
                -     Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda :  -     Takikardia
                -     Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
                -     Nadi yang menurun / tidak ada
                -     Disritmia
                -     Krekels, DVJ (GJK)
                -     Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung
3.      Integritas Ego
Gejala  :  -     Stres, tergantung pada orang lain
                -     Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda :  -     Ansietas, peka ransang
4.      Eliminasi
Gejala  :  -     Perubahan pola berkemih (poliuria), noktoria.
                -     Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK berulang / baru.
                -     Nyeri tekan abdomen
                -     Diare
Tanda :  -     Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipovolemia berat)
                -     Urine berkabut, bau busuk (infeksi)
                -     Abdoen keras, adanya asites
                -     Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5.      Makanan / cairan
Gejala  :  -     Hilang nafsu makan
                -     Mual / muntah
                -     Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa
                -     Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu.
                -     Haus
                -     Penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda :  -     Kulit kering / bersisik, turgor jelek
                -     Kekakuan / distensi abdomen, muntah
                -     Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah).
                -     Bau holitosis / manis, bau buah (napas asetan).
6.      Neurosensori
Gejala  :  -     Pusing / pening
                -     Sakit kepala
                -     Kesemutan
                -     Gangguan penglihatan
Tanda :  -     Disorientasi, mengantuk
                -     Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma)
                -     Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7.      Nyeri / kenyamanan
Gejala  :  -     Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat)
Tanda :  -     Wajah meringis dengan palpasi : tempat sangat hati-hati.
8.      Pernafasan
Gejala  :  -     Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi / tidak)
Tanda :  -     Hepar udara
                -     Batuk dengan / tanpa sputum purulen (infeksi) frekuensi pernafasan.
9.      Keamanan
Gejala  :  -     Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda :  -     Demam
                -     Kulit rusak, lesi / ulserasi
                -     Menurunnya / paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10.  Seksualitas
Gejala  :  -     Rabah vagina (cenderung infeksi)
                -     Masalah impoten pada pria, kesulitan organisme pada wanita.
11.  Penyuluhan / pembelajaran
Gejala  :  -     Faktor resiko keluarga : DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi, penyembuhan yang lambat.
                -     Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid), dilatin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
                -     Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan
Marilynn E. Doenges, 2000 : 726).
II.         Diagnosa keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis metabolik
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin.
3.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
4.      Kelelahan berhubungan dengan insufisiensi insulin (perubahan kimia darah).
5.      Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang / progresif yang tidak dapat diobati.
6.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

III.      Perencanaan
Diagnosa I
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan       :  Cairan terpenuhi dalam waktu 2 x 24 jm
Kriteria hasil :
-        Tanda-tanda vital stabil
-        Turgor kulit baik
-        Nadi perifer dapat diraba
-        Intake dan output normal
-        Membran mukosa lembab
Intervensi
1)      Pantau tanda-tanda vital
R / : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi, dan untuk mengetahui keadaan umum klien.
2)      Pantau intake dan out put
R / : Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total
3)      Kaji turgor kulit, nadi perifer dan kelembapan mukosa mulut
R / : Kulit kering, mukosa mulut yang kurang lembab merupakan manifestasi dari dehidrasi.
4)      Timbang BB setiap hari
R / : Memberi pengkajian yang terbaik dari status cairan yang diberikan dan dalam memberikan cairan pengganti
5)      Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hr
R / :  Mempertahankan hidrasi
6)      Kolaborasi
-        Berikan cairan IV
-        Pantau Hb, Ht, elektrolit
R / : - Mempertahankan volume sirkulasi
          - Mengkaji hidrasi dan untuk kebutuhan intervensi
Diagnosa II
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin.
Tujuan     : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
-        Mencerna jumlah kalori / nutrien yang tepat
-        Berat badan stabil
-        Membran mukosa dan turgor kulit normal
Intervensi :
1)      Pantau tanda-tanda vital
R / : Untuk mengetahui keadaan umum klien.
2)      Kaji turgor kulit dan kelembapan mukosa mulut
R / : Kulit kering, mukosa mulut yang kurang lembab merupakan manifestasi dari intake yang kurang.
3)      Timbang BB setiap hari
R / : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
4)      Auskultasi bising usus
R / : Hiperglikemi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan morbilitas usus.
5)      Identifikasi makanan yang disukai
R / : Jika makanan disukai klien maka diharapkan nafsu makan akan bertambah.
6)      Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan
R / : Memberikan informasi dan meningkatkan keterlibatan keluarga untuk memahami kebutuhannutrisi klien.
7)      Kolaborasi :
-        Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah.
-        Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
-        Berikan insulin secara teratur.
-        Berikan larutan glukosa misal dekstrosa dan setengah salin normal.
-        Lakukan konsultasi dengan ahli gizi
R / :  -     Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan insulin kontrol.
-          Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam urin.
-          Insulin reguler memiliki awitan cepat sehingga dapat membantu memindahkan glukosa kedalam sel dengan cepat.
-          Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl
-          Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyelesaikan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

Skema Etiopatogenesis Diabetes Militus













 
Faktor lingkungan



Faktor Genetik











Faktor Induksi


Overnutrition
Malnutrition
Obesitas
Strees unknow
Zat kimia


Pankreas Langerhans




Hipoplasi
Virus


Insulitis


Delayed
Hypersensitivity


Insulitis


Kerusakan
Buta sel





DIABET
Lain-lain


Respon imunologik





Regenerasi






Functioning tumor