BAB
I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
- Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. (Arif Mansjoer. Kapita Selekta edisi 3 jilid 1, Media Aeskulapius. 2001).
- Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. (Prof. Dr. Hanifa Wikryosastro. Ilmu Kebidanan Jakarta. PT Gramedia. 1992 ).
- Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable, dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III. (Dr. Chrisdiono. M. Achadiat,SP.2003)
·
Solutio Plasenta adalah
pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara
minggu 22 dan lahirnya anak. (Obstetri dan Ginekologi, FKU Padjadjaran Bandung,
1984)
B.
Etiologi
Sebab primer
Solutio Plasenta belum jelas, tapi diduga bahwa hal-hal tersebut dapat
disebabkan karena:
·
Hipertensi dalam kehamilan
(penyakit hipertensi menahun, preeklamsia, eklamsia)
·
Multiparitas, umur ibu yang tua
·
Tali pusat pendek
·
Uterus yang tiba-tiba mengecil
(hidramnion, gemelli anak ke-2)
·
Tekanan pads vena cava inferior
·
Defisiensi gizi, defisiensi
asam folat
·
Trauma
Disamping itu
ada pengaruh:
·
Umur lanjut
·
Multi Paritas
·
Defisiensi ac. Folicum
·
Defisiensi gizi
·
Merokok
·
Konsumsi alkohol
·
Penyalahgunaan kokain
C. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta
atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak
dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina; atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina; atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya.
Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak
tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi
pembekuan intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karana syok dan pembekuan intravaskuler.
Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak
yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak
yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya Solutio plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya Solutio plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.
D. Tanda dan Gejala
Plasenta yang
terlepas semuanya disebut Solutio Plasenta Totalis. Plasenta yang terlepas
sebagian disebut Solutio Plasenta Parsial. Plasenta yang terlepas hanya
sebagian kecil pinggir plasenta disebut Ruptura Sinus Marginalis. Solutio
Plasenta dibagi menjadi 3 :
a. Solutio Plasenta ringan
} tanpa rasa sakit
} pendarahan kurang dari 500cc warna akan kehitam-hitaman
} plasenta lepas kurang dari 1/5 bagian
} fibrinogen diatas 250mg %
b. Solutio Plasenta sedang
} Bagian janin masih teraba
} Pendarahan antara 500-100cc
} Terjadi fetal distress
} Plasenta lepas kurang dari 1/3 bagian
c. Solutio Plasenta berat
} abdomen nyeri,palpasi janin sukar
} janin telah meninggal
E. Manifestasi klinik
- Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri di perut yang terus menerus, wama darah merah kehitaman.
- Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus enbois, wooden uterus).
- Palpasi janin sulit karena rahim keras
- Fundus uteri makin lama makin naik
- Auskultasi DJJ sering negatif
- KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar
- Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
- Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan
F. Komplikasi
Komplikasi pada
solution plasenta dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
Langsung (immediate)
Perdarahan, Infeksi, Emboli dan syok obstetrik.
Tidak Langsung (delayed)
Couvelair
uterus(sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum),
hipo-fibrinogemia (perdarahan postpartum), nekrosis korteks renalis
(menyebabkan anuria dan uremia), kerusakan organ seperti hati.
G. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium Hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protrombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, gen elektrolit plasenta. CBC, C T, BT, Elektrolit(bila perlu).
- Keadaan janin Kardiootokografi, Doppler, Laennec.
- USG Menilai letak plasenta, usia kehamilan dan keadaan janin secara keseluruhan.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan solution plasenta dibagi atas 2 macam:
a. Konservatif
·
Hanya untuk Solutio plasenta derajat ringan dan
janin masih belum cukup bulan, apalagi jika janin telah meninggal.
·
Transfusi darah (1x24 jam) bila
anemia (HB kurang dari 10,0%).
·
Apabila ketuban telah pecah,
dipacu dengan Oksitosin 10 IU dalam larutan Saline 500cc, kemudian ditunggu
sampai lahir pervaginan.
·
Bila 1 botol tersebut belum
lahir,ulangi dengan 1 botol lagi dan ditunggu sampai lahir. Dengan langkah ini
biasanya sebagian besar kasus dapat diselesaikan dengan baik (90%), sedangkan
bagi yang gagal dapat dilakukan SC emergency.
b. Pengobatan
1). Umum
·
pemberian darah yang cukup
·
pemberian O2
·
pemberian antibiotik
·
pada syok yang berat diberi
kortikosteroid dalam dosis tinggi.
2). Khusus
a). Terhadap hypofibrinogenaemi
·
substansi dengan human fibrinogen
10 g atau darah segar.
·
menghentikan fibrinolyse dengan
trasylol ( proteinase inhibitor) 200.000 S i.v. selanjutnya kalau perlu 100.000
S/jam dalam infus.
b). Untuk merangsang diurese : Mannit, Mannitol diurese yang baik
lebih dari 30-40cc/jam.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN
SOLUTIO
PLASENTA
A.
Pengkajian
Adapun hal-hal
yang perlu dikaji adalah :
1.
biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung
yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
2.
status kesehatan sekarang : keluhan sampai saat
klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian
3.
status kesehatan yang lalu
4.
riwayat ginekologi (riwayat menstruasi, riwayat
seksual, riwayat kontrasepsi)
5.
riwayat obstetric (riwayat obstetri yang lalu,
riwayat kehamilan sekarang)
6.
Pengkajian gaya hidup/kebiasaan(nutrisi, merokok,
penggunaan alkohol/NAPZA konsumsi kafein, aktivitas/istirahat, eliminasi)
7.
riwayat penyakit keluarga : Yang dapat dikaji
melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai
penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
8.
pengkajian psikososial kultural dan spiritual
B. Pemeriksaan fisik.
- Inpeksi:pasien gelisah sering mengerang kesakitan, pucat, sianosis, keringat dingin, kelihatan keluar darah pervaginam.
- Palpasi:fundus uteri tambah naik,uterus teraba tegang dan keras seperti papan(uterus in bois), nyeri tekan ditempat placenta lepas,bagian janin susah dikenali (karena perut tegang)
- Auskultasi:Denyut jantung janin terdengar diatas 140 x/mnt,kemudian turun dibawah 100x/mnt dan akhirnya hilang bila placenta lepas lebih dari sepertiga.
- Pemeriksaan dalam: serviks bisa terbuka atau masih tertutup, kalau sudah trerbuka maka ketuban dpt teraba menonjol dan tegang baik sewaktu his maupun diluar his, kalau ketuban sudah pecah placenta terlepas seluruhnya placenta akan turun dan teraba pada pemeriksaan (prolapsus placenta)
B. Diagnosa keperawatan
- Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
- Nyeri berhubungan dengan rahim yang tegang.
C. Intervensi
Diagnosa
1:Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi
tidak terjadi.
Kriteria hasil :
mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema,
dan demam.
Intervensi :
1.
Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional
:Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
2.
Tingkatkan masukkan cairan
adekuat
Rasional : membantu
mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
3.
Pantau suhu tubuh. Catat adanya
menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
4.
Amati eritema/cairan luka
Rasional : indikator
infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit
tertekan.
5.
Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian obat antibiotik
Rasional :Anti biotik dapat
menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi.
Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuhsel
bakteri penyebab infeksi
- Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional :
mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan
anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
- Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka
Rasional :
menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
- Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional :
menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Diagnosa 2: Nyeri
berhubungan dengan rahim yang tegang.
Tujuan : Nyeri
berkurang/terkontrol
Kriteria Hasil:
- pasien tidak
mengeluh nyeri
- wajah rileks
dan tidak tegang
- Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
1)
Selidiki keluhan pasien akan
nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus
Rasional: mengetahui tingkat/skala nyeri
2)
Awasi tanda vital, perhatikan
petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot, gelisah.
Rasional: Tanda Vital meningkat merupakan indikasi skala nyeri
bertambah
3)
Berikan lingkungan yang tenang
dan kurangi rangsangan penuh stress.
Rasional:
Menciptakan suasana lingkungan yang tenang dapat mengurangi skala nyeri yang
dirasakan pasien
4)
Berikan tindakan kenyamanan
(missal : pijatan / masase punggung, kompres air hangat di abdomen)
Rasional:
meningkatkan relaksasi agar mengurangi nyeri
5)
Dorong menggunakan tekhnik
manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi / napas dalam , bimbingan
imajinasi , visualisasi)
Rasional:
memberikan health education tentang penatalaksanaan nyeri sehingga pasien dapat
kooperatif dalam tindakan keperawatan
6)
Kolaborasi dalam Pemberian obat
analgetika.
Rasional:
mengurangi rasa nyeri yang diderita pasien
Catatan: hindari
produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku
Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Prof. Dr. Hanifa Wikryosastro. Ilmu Kebidanan
Jakarta. PT Gramedia. 1992
Arif Mansjoer. Kapita Selekta edisi 3 jilid
1, Media Aeskulapius. 2001
Dr. Chrisdiono. M. Achadiat,SP.2003
Obstetri dan Ginekologi, FKU Padjadjaran
Bandung, 1984
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar
Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar
Praktik Kebidanan.EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar