ASUHAN KEPERAWATAN
ABLASIO RETINA
A. PENGERTIAN
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Lepasnya retina sensoris dari epitel
berpigmen (Pedoman Diagnosis dan Therapi Lab / UPF Penyakit Mata RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Adalah pemisahan seonsori retina dari
epitel berpigmen, dua jaringan tersebut biasanya berkaitan (Body monk dan Stein
Metz 1987).
Lepasnya retinal / sel kerucut dan
batang sel choroid sehingga bagian ini mengalami gangguan nutrisi dari charoid
yang bila berlagsung lama akan mengakibat gangguan fungsi yang tetap (Prof. Dr.
Sidharta Ilyas, dr. Ramatjandra Illyas).
Pemisahan Retinal dari Choroid yang
dapat terjadi spontan atau karena trauma (Clinical Practice Of medical Surgical
Nursing).
Ada
2 tipe ablasio retina :
1. Non
rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy
hypertensi
b. Choriodal
tumor
c. Chorioditis
d. Retinopati
2. Rhemathogen
retina detachmen :
a. Trauma
b. Degenerasi
c. Kelainan
vitreus.
B. PENYEBAB
1. Malformasi kongenital
2. Kelainan metabolisme
3. Penyakit vaskuler
4. Inflamasi intraokuler
5. Neoplasma
6. Trauma
7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).
1. Malformasi kongenital
2. Kelainan metabolisme
3. Penyakit vaskuler
4. Inflamasi intraokuler
5. Neoplasma
6. Trauma
7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).
C. PATOFISIOLOGI
Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina
menyebabkan keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan
bisa terkumpul diantaranya. Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian badan
kaca yang cair yang dengan bebas melewati lubang di retina menuju kedalam
rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut
(Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 205).
Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya
tampak sehat dan refraksi lensanya normal adalah karena adanya kelemahan
perlekatan bagi retina untuk melekat dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang
biasanya tidak terdiagnosis letaknya di
pinggiran bawah retina. Kadang-kadang di tempat yang sama terdapat kista retina
kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari perlekatannya maka akan terbentuk
suatu lubang seperti yang disebutkan diatas (Robert Youngson, 1985 : 120).
Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya
mendapat nutrisi dari pembuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi
yang baik dari koroid. Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel
reseptor retina. Pada saat degenerasi retina terjadi kompensasi sel epitel
pigmen yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi
kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga
akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel batang retina. Bila degenerasi
berlangsung lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan sub retina
dan ke dalam sel reseptor kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca
akan masuk ke dalam cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara
badan kaca dan koroid maka akan terjadi degenerasi koroid. Apabila terjadi
degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang
lebih dalam, yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila proses diatas belum terjadi dan ablasio retina
ditemukan dini dan kemudian kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya,
maka akan terjadi pengembalian penglihatan yang sempurna (Dr Sidarta Illyas,
1984 : 108).
D. MANIFESTASI
KLINIS
a. Riwayat
melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya
b. Floater
dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
c. Pasien
akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika
retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
d. Penurunan
tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa
adanya keterlibatan macula
E. PENATALAKSANAAN
-Tirah baring dan aktivitas dibatasi
-Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera
-Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina
-Pasien tidak boleh terbaring terlentang
-Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi
-Tirah baring dan aktivitas dibatasi
-Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera
-Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina
-Pasien tidak boleh terbaring terlentang
-Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi
F. CARA
PENGOBATAN
Ø Prosedur
laser
Untuk menangani
ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan
dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan
retina.
Tujuannya untuk
membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel
berpigmen.
Ø Pembedahan
Retinopati diabetika /trauma dengan
perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik
pada retina yang ditimbulkan.
Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.
Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.
Ø Krioterapi
transkleral
Dilakukan pada sekitar tiap robekan
retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga cairan
vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon
(pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan
mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel
berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan
pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan.
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).
G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal setelah pembedahan
1. Komplikasi awal setelah pembedahan
Ø Peningkatan
TIO
Ø Glaukoma
Ø Infeksi
Ø Ablasio koroid
Ø Kegagalan
pelekatan retina
Ø Ablasio retina berulang
2.
Komplikasi lanjut
Ø Infeksi
Ø Lepasnya
bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
Ø Vitreo
retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
Ø Diplopia
Ø Kesalahan
refraksi
Ø Astigmatisme
H. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dan adanya retina yang berwarna merah, sering
ditemukan pada daerah temporal superior. Bila bola mata bergerak terlihat
robekan retina bergoyang, terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah.
Bila tekanan bila mata meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi
yang lama.
I. FOKUS
PENGKAJIAN
Fokus
pengkajian :
-
Klien mengeluh ada
bayangan hitam bergerak
-
Gangguan lapangan
pandang
-
Melihat bendan bergerak
seperti tirai
-
Bila mengenai makula
visus sentral sangat menurun
-
Terjadi secar
tiba-tiba/perlahan-lahan
-
Pemeriksaan funduskopi,
blade, tear, hole
-
Diperlukan tindakan
pembedahan/operasi.
J. DIAGNOSA
Ø Perubahan persepsi
sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari retina.
Ø Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan
Ø Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan
program teapeutik yang berhubung-an dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang
aktivitas yang diperbolehkan dan yang dibatasi, obat-obatan,komplikasi dan
perawatan tindak lanjut.
K.
INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa 1: Perubahan persepsi
sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari
retina.
Tujuan
:
Tidak
terjadi kehilangan penglihatan yang berlanjut.
Kriteria
:
-
Klien memahami pentingnya parawatan yang intensif/bedrest total.
-
Klien mampu menjelaskan resiko yang akan terjadi sehubungan dengan penyakitnya.
Rencana Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Anjurkan
klien untuk bedrest total
|
Agar
lapisan saraf yang telepas tidak bertambah parah.
|
Berikan
penjelasan tujuan bedrest total
|
Agar
klien mematuhi dan mengerti maksud pemberian /perlakuan bedrest total.
|
Hindari
pergerakan yang mendadak, meng-
hentakkan
kepala,menyisir,batuk,bersin, muntah
|
Mencegah
bertamabh parahnya lapisan saraf retina yang
terlepas .
|
Jaga
kebersihan mata
|
Mencegah
terjadinya infeksi,agar mem permudah pemeriksaan dan tindakan operasi.
|
Berikan
obat tetes mata midriatik-sikloplegik dan obat oral sesuai anjuran dokter.
|
Diharapkan
dengan pembnerian obat-obat
Kondisi
penglihatan dapat dipertahankan/
Dicegah
agar tidak menjadi parah
|
Diagnosa 2: Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan
Tujuan
:
Kecemasan
berkurang
Kriteria
:
-
Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
-
Klien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan/dilakukan.
- Klien memahami tujuan operasi, pelaksanaan
operasi, pasca operasi, prognosisnya (bila dilakukan operasi).
Rencana Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji
tingkat ansietas : ringan,sedang,berat,panik
|
Untuk
mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memu-dahkan
penanganan/pemberian askep se-lanjutnya.
|
Berikan
kenyaman dan ketentraman hati
|
Agar
klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya.
|
Berikan
penjelasan mengenai prosedur perawatan,perjalanan penyakit &
progno-sisnya.
|
Agar
klien mengetahui/memahami bahwa ia benar sakit dan perlu dirawat.
|
Berikan/tempatkan
alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien
|
Agar
klien merasa aman dan terlindungi saat memerlukan bantuan.
|
Gali
intervensi yang dapat menurunkan ansietas.
|
Untuk
mengetahui cara mana yang efektif untuk menurunkan/mengurangi ansietas.
|
Berikan
aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan/ketegangan.
|
Agar
klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan
keinginan-nya dan tidak bertentangan dengan prog-ram perawatan.
|
Diagnosa 3: Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program teapeutik
yang berhubung-an dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan
dan yang dibatasi, obat-obatan,komplikasi dan perawatan tindak lanjut.
Tujuan
:
Klien mampu berintegrasi dengan program
terapeutik yang direncanakan/dilakukan untuk pengobatan, akibat dari penyakit
dan penurunan situasi berisiko (tidak aman, polusi).
Kriteria :
- Klien mengungkapkan ansietas berkurang tentang
ketakutan karena ketidak tahuan, kehilangan kontrol atau kesaahan persepsi.
- menggambarkan proses penyakit, penyebab dan faktor
penunjang pada gejala dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala.
-
Mengungkapkan
maksud/tujuan untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan dan keinginan
untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi.
Rencana
Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Identifikasi
faktor-faktor penyebab yang menghalangi penata laksanaan program terapeutik
yg efektif.
|
Agar
diketahui penyebab yg mengha-langi sehingga dpt segera diatasi sesuai
prioritas.
|
Bangun
rasa percaya diri.
|
Agar
klien mampu melakukan aktifitas sendiri/dengan bantuan orang lain tanpa
mengganggu program perawatan.
|
Tingkatkan
rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang positif.
|
Agar
klien mampu dan mau melakukan/ melaksanakan program perawatan yang dianjurkan
tanpa mengurangi peran ser-tanya dalam pengobatan/ perawatan diri-nya.
|
Jelaskan
dan bicarakan: proses penyakit, aturan pengobatan/perawatan,efek sam-ping
prognosis penyakitnya.
|
Klien
mengerti dan menyadari bahwa penyakitnya memerlukan suatu tindakan &
perlakuan yang tidak menyenangkan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar