BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1 Anatomi dan
Fisiologi Lidah
Lidah
dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua. Lidah berfungsi untuk
menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan, untuk pengecapan dan dalam
produksi wicara.
a. Otot-otot ekstrinsik lidah berawal pada tulang dan
jaringsn diluar lidah serta berfungsi dalam pergerakan lidah secara
keseluruhan.
b. Otot-otot intrinsik lidah memiliki serabut yang menghadap
keberbagai arah untuk membentuk sudut
satu sama lain. Ini memberikan mobilitas yang besar pada lidah.
c. Papila adalah elevasi jaringan mukosa dan jaringan ikat
pada permukaan dorsal lidah. Papila-papila ini menyebabkan tekstur lidah
menjadi kasar.
1.
Papila fungiformis
dan papila sirkumvalata memiliki kuncup-kuncup pengecap.
2.
Sekresi berair dari
kelenjar Von Ebner, terletak di otot lidah, bercampur dengan makanan pada
permukaan lidah dan membantu pengecapan rasa.
d.
Tonsil-tonsil
lingua adalah agregasi jaringan limfoid pada sepertiga bagian belakang lidah
(Sloane, 2003).
Gambar anatomi
Lidah
Lidah
secara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni :
1.
Apek linguae (ujung lidah)
2.
Corpus linguae (badan lidah)
3.
Radix linguae (akar lidah)
a)
Struktur-struktur Superficial Dari Lidah
Membran
mukosa yang melapisi lidah yaitu dipunggung lidah, dipinggir kanan dan kiri dan
disebelah muka terdapat tonjolan yang kecil-kecil disebut dengan papillae.
Dasarnya papillae ini terdapat kuncup-kuncup pengecap sehingga kita dapat
menerima / merasa cita rasa. Ada empat macam yaitu: papillae filiformes,
papillae fungiformes, papillae circumvallatae dan papillae foliatae.
Area dibawah lidah
disebut dasar mulut. Membran mukosa disini bersifat licin, elastis dan banyak
terdapat pembuluh darah yang menyebabkan lidah ini mudah bergerak, serta pada
mukosa dasar mulut tidak terdapat papillae. Dasar mulut dibatasi oleh otot-otot
lidah dan otot-otot dasar mulut yang insertionya disebelah dalam mandibula.
Disebelah dalam mandibula ini terdapat kelenjar-kelenjar ludah sublingualis dan
submandibularis.
b) Otot-otot Pada
Lidah
otot-otot ekstrinsik melekatkan
lidah ke bagian eksternal yaitu hioglosus, genioglosus, palatoglosus,
pharingoglosus dan stiloglusus. Otot-otot intrinsik ini berjalan vertikal,
transversal dan longirudinal. Dengan struktur otot ekstrinsik dan intrinsik
memungkinkan lidah untuk bergerak lincah (Suyatno, 2010)
c) Persarafan Pada
Lidah
Otot-otot lidah di inervasi oleh
nervus hipoglosus (N.XII). Sensasi untuk perabaan (touch sensation) dari lidah
2/3 depan dibawah oleh N. Trigeminus (N. V cabang lingualis) dan dari 1/3
belakang lidah dibawah olhe N Glosopharingeus (N. IX). Sensasi untuk pengecapan
(taste sensation) dari 2/3 depan dibawah oleh N. Fasialis (VII) dan dari 1/3
belakang lidah melalui N. Glosopharingeus. Vaskularisasi lidah terutama
disediakan oleh arteri lingualis(Suyatno, 2010).
d) Aliran Limfa
Pada Lidah
Aliran
limfa disini penting oleh karena berhubungan dengan penyebaran dini carcinoma
lidah.Penyaluran limfe melalui lingua terjadi melalui 4 jalur :
1) Limfe dari
bagian 1/3 posterior lingua disalurkan ke cervikalis profunda superior dikedua
sisi.
2) Limfe dari
bagian medial 2/3 anterior lingua disalurkan langsung ke cervicalis profunda
inferior.
3) Limfe dari
bagian lateral 2/3 anterior lingua disalurkan ke submandibularis
4) Limfe dari
ujung lingua disalurkan ke submentalis
2.2 Pengertian
Kanker Lidah
Karsinoma lidah adalah suatu tumor yang
terjadi didasar mulut, kadang-kadang meluas kearah lidah dan menyebabkan
gangguan mobilitas lidah (Van de Velde, 1999). Kanker lidah (2/3 anterior). Sebagian
besar (40%) dari kanker rongga mulut adalah kanker lidah. Lokasi tumor paling
sering adalah tepi lateral pada perbatasan antara bagian tengah dengan 1/3
belakang lidah.
Kanker
lidah adalah suatu neoplasma maligna yang timbul dari jaringan epitel mukosa
lidah dengan selnya berbentuk squamous cell carcinoma (cell epitel gepeng
berlapis), juga beberapa penyakit-penyakit tertentu (premaligna). Kanker ganas
ini dapat menginfiltrasi ke daerah sekitarnya, disamping itu dapat melakukan
metastase secara limfogen dan hematogen.
2.3
ETIOLOGI
Kanker
rongga mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang
terdiri dari beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan
perkembangan tumor. Secara garis besar, etiologi kanker lidah:
1.
Tembakau: 80%
penderita kanker lidah adalah perokok. Risiko perokok adalah 5-9 kali lebih
besar dibandingkan bukan perokok.
2. Alkoholisme: peminum berat mempunyai risiko 30 kali lebih
besar dan efeknya sinergis dengan merokok.
3. Infeksi virus dalam rongga mulut: Human papilloma virus
(HPV) khususnya HPV 16 dan HPV 18.
4.
Oral hygiene yang
jelek.
5.
Sunburn: iritasi
sinar matahari dan iritasi kronis lainnya.
6.
Gaya hidup:
kebiasaan mengunyah sirih.
2.4 PATOFISIOLOGI
Dasar
lidah memainkan peran penting dalam berbicara dan menelan. Selama fase faring
menelan, makanan dan cairan yang mendorong ke arah oropharingdari rongga mulut
oleh lidah dan otot-otot pengunyahan. Laring terangkat, efektif menekan katub
tenggorok dan memaksa makanan, cair, dan air liur kedalam kerongkongan
hypopharynx.
Meskipun
laring menghasilkan
suara, lidah dan faring adalah organ utama yang membentuk suara. Kerugian
jaringan dari dasar daerah lidah mencegah penutupan yang kedap air dengan
laring selama tindakan menelan. Ketidaksesuaian ini memungkinkan makanan dan
cairan untuk melarikan diridalam faring dan laring, koreografer dengan
hati-hati mengubah reflex menelan dan sering mengakibatkan aspirasi. Baik
neurologis penurunan dan perubahan dalam tindakan terkoordinasi menelan dari
penyakit berbahaya didaerah ini dapat merusak mempengaruhi pada kemampuan
berbicara dan menelan.
Squamous
sel carcinoma pada lidah sering timbul pada daerah epithelium yang tidak
normal, tetapi selain keadaan tersebut dan mudahnya dilakukan pemeriksaan
mulut, lesi sering tumbuh menjadi lesi yang besar sebelum pasien akhirnya
datang ke dokter gigi. Secara histologis tumor terdiri dari lapisan atau
kelompok sel-sel eosinopilik yang sering disertai dengan kumparan keratinasi.
Menurut tanda histology, tumor termasuk dalam derajat I-IV (Broder). Lesi yang
agak jinak adalah kelompok pertama yang disebut carcinoma verukcus oleh
Ackerman. Pada kelompok ini, sel tumor masuk, membentuk massa papileferuspada
permukaan. Tumor bersifat pasif pada daerah permukaannya, tetapi jarang meluas
ke tulang dan tidak mempunyai anak sebar. Lidah mempunyai susunan pembuluh
limfe yang kaya, hal ini akan mempercepat metastase kelenjar getah bening dan
dimungkinkan oleh susunan pembuluh limfe yang saling berhubungan kanan dan
kiri.
Tumor
yang agak jinak cenderung membentuk massa papiliferus dengan penyebaran ringan
kejaringan didekatnya. Tumor paling ganas menyebar cukup dalam serta cepat ke
jaringan didekatnya dengan penyebaran permukaan yang kecil, terlihat sebagai
ulser nekrotik yang dalam. Sebagian besar lesi yang terlihat terletak diantara
kedua batas tersebut dengan daerah nekrose yang dangkal pada bagian tengah lesi
tepi yang terlipat serta sedikit menonjol. Walaupun terdapat penyebaran local
yang besar, tetapi anak
sebar tetap berjalan. Metastase haematogenus terjadi pada tahap selanjutnya.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda
awal umumnya berupa ulkus tanpa nyeri yang tidak sembuh-sembuh. Kemudian
membesar dan menekan atau menginfiltrsi jaringan sekita yang megakibatkan nyeri
lokal, otalgia ipsilateral dan nyeri mandibula (Suyatno, 2010).
2. Infiltrasi
ke otot-otot ini mengakibatkan gerakan lidah terbatas sehingga proses menelan
bolus makanan dan bicara terganggu. Kanker ini dapat menginfiltrasi jaringan
sekitarnya seperti dasar mulut (floor of mouth, FOM), dasar lidah dan tonsil (Suyatno, 2010).
3. Sejalan
dengan kemajuan kanker pasien dapat mengeluhkan nyeri tekan, kesulitan
mengunyah, menelan, dan berbicara, batuk dengan sputum bersemu darah atau
terjadi pembesaran nodus limfe servikal. (Baughman Diane C, 2000).
Bagian THT FKUI-RSCM dipakai
stadium tumor (1992):
T = Menggambarkan kedaan tumor
primer
T 1= Tumor terbatas pada 1 lokasi
di lidah
T 2= Tumor meluas lebih dari 1
lokasi, tetapi masih di lidah.
T 3 = Tumor meluas ke retrofaring.
T 4 = Tumor meluas ke tengkorak
tanpa atau sudah mengenai saraf-saraf otak.
N = Menggambarkan keadaan kelenjar
limfe regional.
N0 = Tidak ada pembesaran kelenjar
N 1 = Terdapat pembesaran sebuah
kelenjar homolateral yang masih digerakkan dengan diameter ≤ 3cm
N 2 = Terdapat pembesaran sebuah
kelenjar kontralateral/bilateral dan masih dapat digerakkan, diameter antara
3-6 cm.
N3 = Terdapat pembesaran kelenjar
baik homolateral, kontralateral atau bilateral yang melekat pada jaringan
sekitarnya atau dengan diameter lebih dari 6 cm.
M = Metastasis jauh
M 0 = Tidak ada metastasis jauh
M 1 = Terdapat metastasis jauh.
Stadium I:
T1 N0 M0
Stadium II:
T2 N0 M0
Stadium III:
T1/T2/T3 N1 M0
Atau T3 N0 M0
Stadium IV:
T4 N0/N1 M0
Atau T1/T2/T3/T4 N2/N3 M0
Atau T1/T2/T3/T4 N0/N1/N2/N3 M1
2.6 Pemeriksaan
Diagnosis
1.
CT-scan atau MRI
dilakukan untuk menilai detail lokasi tumor, luas ekstensi tumor primer.
2.
USG hepar, Foto
thorax dan bone scan untuk evaluasi adanya metastasis jauh.
3.
Biopsi
- FNAB ( Fine Needle Apiration Biopsy), dilakukan pada
tumor primer yang metastasis ke kelenjar getah bening leher.
-
Biopsi insisi atau
biopsi cakot (punch) dilakukan bila tumor besar (>1 cm)
- Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang kecil ( 1 cm atau
kurang) (Suyatno, 2010).
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bervariasi dengan sifat
dari lesi, cara yang dipilih dokter, dan pilihan pasien:
1. Lesi
kecil (T1, T2) terapi utama adalah pembedahan dan radioterapi. Radioterapi
mungkin dapat memberiikan hasil kuratif pada lesi T1 dan T2 dengan preservasi
struktur anatomi dan fungsi yang normal. Namun radioterapi sering menimbulkan
kompllikasi berupa edema lidah yang memerlukan trakeostomi, xerostomia,
disgeusia dan osteoradionekrosis, hal ini mengakibatkan tindakan kurang
diminati (Suyatno, 2010).
Komplikasi
akut yang dapat terjadi adalah:
1.
Mukositis : Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa
eritema dan adanya ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan
terapi kanker. Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat
mempengaruhi nutrisi serta kualitas hidup pasien.
2.
Kandidiasis : Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik
berupa kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans. Infeksi kandida ditemukan sebanyak 17-29% pada pasien yang
menerima radioterapi.
3.
Dysgeusia
adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana salah satunya dapat
disebabkan oleh terapi radiasi.
4.
Xerostomia : Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien
yang menerima radioterapi.
Xerostomia juga
dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai dengan rata-rata 251 hari setelah
radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-18 bulan setelah radioterapi
tergantung pada dosis yang diterima kelenjar saliva dan volume jaringan
kelenjar yang menerima radiasi.
Komplikasi kronis
adalah:
1. Karies
gigi : Karies gigi dapat
terjadi pada pasien yang menerima radioterapi. Karies gigi akibat paparan
radiasi atau yang sering disebut dengan karies radiasi adalah bentuk yang
paling destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan progresi yang
cepat. Karies gigi biasanya terbentuk dan
berkembang pada 3-6 bulan setelah terapi radiasi dan mengalami kerusakan yang
lengkap pada semua gigi pada periode 3-5 tahun.
2. Osteoradionekrosis
: Osteoradionekrosis (ORN)
merupakan efek kronis yang penting pada radioterapi. Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang yang
disebabkan oleh radiasi yang menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak
struktur tulang.
3. Nekrose
pada jaringan lunak : Komplikasi
oral kronis lain yang dapat terjadi adalah nekrose pada jaringan lunak, dimana
95% kasus dari osteoradionekrosis berhubungan dengan nekrose pada jaringan
lunak. Nekrose jaringan lunak didefinisikan sebagai ulser yang terdapat pada
jaringan yang terradiasi, tanpa adanya proses keganasan (maligna). Evaluasi
secara teratur penting dilakukan sampai nekrose berkurang, karena tidak ada
kemungkinan terjadinya kekambuhan. Timbulnya nekrose pada jaringan lunak ini
berhubungan dengan dosis, waktu, dan volume kelenjar yang terradiasi.
Reaksi
akut terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan reaksi
yang bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.
2. Terapi
pembedahan pada kanker lidah adalah eksisi luas dengan batas sayatan bebas
tumor (konfirmasi potong beku). Tindakan ini memerlukan partial glosectomy dan
umumnya pasca operasi fungsi baik. Lokal kontrol untuk 5 tahun pada T1 adalah
85% dan T2 adalah 80%. Pada
T3 dan T4 terapi utama adalah pembedahan. Hasil kuratif hanya bisa dicapai
dangan reseksi en bloc yang komplet daris emua tumor dan jaringan sekitar
dengan sayatan secara mikroskopis bebas tumor. RND (Radical Neck Dissection)
harus dilakukan pada klinis N positif,
RND adalah pengangkatan kelenjar getah bening leher level I sampai V, musculus
sternokleidomastoid, vena jugularis interna, dan nervus assesoris (en bloc).
Batas diseksi, superior adalah musculus trapezius, anterior adalah tepi lateral
musculus sternohiod dan batas bagian dalam adalah fasia servikal yang menutupi
musculus levator scapulae dan scalenus. SND (selective neck dissection)
level 1-3 dilakukan pada N0 SND harus dilakukan oleh tingginya insiden
occult metastasis kelenjar getah bening leher. SND adalah pengangkatan kelenjar getah bening pada level tertentu yang
mempunyai risiko tinggi metastasis dengan mempertahankan nervus assesorius,
vena jugularis interna dan musculus sternokleidomastoid. Pembedahan
memberikan kuratifitas yang lebih baik dibandigkan radioterapi dan memungkinkan
untuk evaluasi patologi dari faktor prognositik. Terkadang dibutuhkan
rekonstruksi langsung (myocutaneous flap atau vacular free flap) untuk
mempertahankan fungsi dan kosmetik
(Suyatno, 2010).
Reseksi
pembedahan pada kanker mulut mencakup mandibulectomi parsial, hemiglossectomi
atau total glossectomi, dan resection bagian dasar mulut dengan buccal mukosa.
Prosedur pembedahan mencakup pembedahan leher dengan pengangkatan otot leher
lain, vena jugularis interna, kelenjar gondok, kelenjar submandibular, dan
saraf spinal tambahan. Penanganan pasien yang menderita kanker mulut dikelola
oleh seluruh tim kesehatan. Rujukan pada terapi bicara, terapi pekerjaan,
psikolog, dan ahli diet sangat penting karena berhubungan dengan masalah yang
mungkin muncul berikut ini yaitu komunikasi verbal, mengunyah, dan menelan yang
membawa perubahan tampilan diri serta harga diri. (Charlene J. Reeves, 2001).
3.
Kemoterapi
Pemberian kemoterapi pada kanker nasofaring diindikasikan pada kasus
penyebaran ke kelenjar getah bening leher, metastasis jauh dan kasus-kasus
residif. Kemoterapi dapat diberikan sebelum (neoadjuvan), selama (concurrent)
atau setelah (adjuvan) pemberian kemoterapi. Regimen keomterapi aktif antara
lain: cisplatin, 5-fluorouracil (5-FU), doxorubicin, epirubicin, bleomycin,
mitoxantron, methotrexate dan alkaloid vinca.
Dasar pemberian kemoterapi neoadjuvan/ induksi kemoterapi dengan
radioterapi ada 2. Pertama: reduksi sitotoksik tumor primer dan kelenjar dapat
meningkatkan kontrol lokoregional. Kedua: eradikasi mirometastase sistemik pada
stadium dini dapat mengurangi relaps metastasis jauh. Pemberian kemoterapi saat
siklus radioterapi (concominant) menawarkan potensi sensitivitas tumor terhadap
radiasi dan juga kemungkinan eradikasi mikrometastase. Akan tetapi juga
menawarkan peningkatan resiko toksisitas. Tujuan kemoterapi adjuvan yang
diberikan setelah radioterapi adalah untuk mengurangi tingginya tingkat
kegagalan terhadap metastase jauh.
Sampai sekarang regimen dengan dasar platinum merupakan standart
kemoterapi pada pasien kanker nasofaring dengan metastase, terapi lini pertama
yang paling banyak digunakan adalah kombinasi cisplatin dan 5-FU, yang mencapai
rasio respon 66%-76%. Kombinasi platinum dengan bahan baru seperti gemcitabine
atau paclitaxel telah menunjuukan respon yang baik. Adapun efek samping dari
kemoterapi antara lain : efek toksix pada sumsum tulang dan dapat mengakibatkan
neutropenia, trombositopenia, anemia, infeksi telinga tengah, sinusitis,
faringitis, diare, perdarahan ulkus gastrointestinal(melena, hematemesis),
stomatitis, mual muntah, alopesia, sterilitas(kemandulan sementara atau
permanen).
2.8
Prognosis
Karsinoma lidah yang kecil tanpa ada
metastasis kelenjar getah bening adalah baik. Namun bila sudah ada metastasis
ke kelanjar getah benning prognosanya memburuk. Untuk lesi T1 dan T2 rata-rata
disease free survival 5 tahun adalah 80-90 % dengan terapi kuratif. Rata-rta
survival 5 tahuan untuk stadium III dan IV adalah 30-50%. Adanya metastasis ke
kelenjar getah bening leher menurunkan survival 15-30%. Unutk evaluasi
prognosis dan hasil terapi yang lebih baik, beberapa penelitian memperhatikan
faktor pertumbuhan dan tumor marker. Over ekspresi dari EGFR (epidermal growth
factor) yang sangat bermanfaat untuk memprediksikan hasil terapi dan survival (Suyatno, 2010).
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
PENGKAJIAN
1. Identitas
Pasien
Nama,
umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, nomor register, tanggal
masuk, dan nama penanggung jawab pasien elama dirawat.
2. Riwayat
kesehatan
a)
Keluhan utama
Luka pada lidah yang tidak sembuh-sembuh.
b)
Riwayat penyakit sekarang
Luka pada lidah yang tidak sembuh-sembuh. Kemudian
membesar dan menekan atau menginfiltrsi jaringan sekita yang megakibatkan nyeri
lokal, otalgia ipsilateral dan nyeri mandibula.
c)
Riwayat penyakit dahulu
1.
Tembakau: 80%
penderita kanker lidah adalah perokok. Risiko perokok adalah 5-9 kali lebih
besar dibandingkan bukan perokok.
2. Alkoholisme: peminum berat mempunyai risiko 30 kali lebih
besar dan efeknya sinergis dengan merokok.
3. Infeksi virus dalam rongga mulut: Human papilloma virus
(HPV) khususnya HPV 16 dan HPV 18.
4.
Oral hygiene yang
jelek.
3.
Pemeriksaan
fisik
B1
(Breathing)
Sesak napas, RR meningkat, penggunaan
otot bantu pernafasaan.
B2
(Blood)
Takikardia, Hipertensi (nyeri hebat).
B3
(Brain)
Gangguan saraf IX & X (penurunan reflek menelan),
saraf XII (gerakan lidah terganggu.
B4
(Bladder)
Dalam batas normal
B5
(Bowel)
Anoreksia,
nafsu makan menurun, nyeri telan, perubahan
berat badan.
B6
(Bone)
Dalam batas normal.
4. Pemeriksaan
diagnostik
a)
Ultrasound yaitu
dipakai untuk menilai massa superficial.
b)
CT scan dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) yaitu digunakan untuk lesi lebih dalam dan menilai
struktur lebih dalam pada tumor dan menunjukkan apakah terdapat metastase atau
tidak. (Charlene J. Reeves, 2001)
3.2
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan ulkus pada
lidah akibat kanker.
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan orofaring akibat pembesaran tumor.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran menelan.
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
- Nyeri (akut) berhubungan dengan
ulkus pada
lidah akibat kanker.
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
·
Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri
·
Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol.
Intervensi:
- Berikan tindakan kenyamanan (misal: gosok punggung) dan kativitas hiburan (misal: musik, televisi).
R/ meningkatkan relaksasi dan
membantu menfokuskan kembali perhatian.
- Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misal: teknik relaksasi, visualisasi).
R/ memungkinkan pasien untuk
berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol.
- Kolaborasi dengan dokter dalam terapi analgesik (morfin, metadon).
R/ nyeri adalah komplikasi sering
dari kanker, meskipun respon individu berbeda.
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan orofaring akibat pembesaran tumor.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Kriteria Hasil : RR 16- 24 x/menit, tidak
menggunakan otot bantu pernapasan dan tidak sesak.
Rencana Tindakan:
1.
Ajarkan
pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi.
Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
2.
Berikan O2
tambahan
Rasional : membantu menstabilkan pola napas
3.
Berikan
dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas
tanpa distres berlebihan.
4. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika
diharuskan
Rasional : menguatkan
dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran menelan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat
terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Berat badan meningkat.
2. Nafsu makan meningkat.
Intervensi:
- Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan
kesukaan
dan toleransi pasien.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien.
- Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
R/ Kepatuhan terhadap diet dapat
mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
- Berikan oral hygiene.
R/ Meningkatkan nafsu makan.
- Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan
masukan
cairan adekuat.
R/ Jenis
makanan ini akan meningkatkan pemenuhan nutrisi tanpa meningkatkan stimulus
pada pencernaan.
- Kolaborasi dengan spesialis THT untuk pemasangan nasogastrik tube.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi.
Daftar
Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Roezin
Averdi. 2004. Ilmu Penyakit
Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta: FKUI.
Roezin,
Averdi. 2003. Penatalaksanaan Penyakit
dan Kelainan Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta: FKUI.
Schrock,
Theodore. 1995. Ilmu Bedah (Handbook Of
Surgery). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidayat.
2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sloane,
Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk
Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suyatno.
2010. Bedah Onkologi Diagnostik dan
Terapi. Jakarta: Sagung Seto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar